Rabu, 19 November 2008

PERBEDAAN

Salah satu peristiwa bersejarah dalam hidup saya adalah ketika untuk pertama kalinya saya mempunyai hak pilih, waktu itu usia saya genap 18 tahun. Tentunya senang sekali dan bangga karena dari segi usia, kedewasaan saya diakui dan bertambahlah hak saya selaku warga Negara. Jika dulu hanya melihat riuhnya orang-orang mengkampanye-kan partainya kemudian berbondong-bondong menggunakan hak pilihnya untuk turut serta dalam pesta terbesar di Negara ini yaitu pesta demokrasi.
Waktu itu saya berkata, inilah saatnya untuk berperan dalam pesta ini karena saya akan ikut menentukan siapa yang layak mengatur dan memimpin Negara ini. Dan saya yakin akan peran saya untuk menentukan nasib Negara ini di kemudian hari.
Saatnya pun tiba, telah bulat hati ini untuk memilih salah satu partai. Pagi-pagi sekali sudah mandi dan berdandan. Keceriaan menaungi keluarga saya yang semuanya sudah akan bersiap untuk berangkat ke tempat pemilihan suara.
Setelah sarapan bersama, ayah saya membuka percakapan yang lain dari biasanya, raut mukanya serius. Semua anggota keluarga kami ikut menyimak. Ayah bercerita tentang kilas balik perjalanan hidupnya, tentang masa remaja, pekerjaan, pernikahan, punya anak, menyekolahkan anak dan menghidupinya hingga dewasa. Sebagai penutup, kami anak-anaknya diminta untuk mensyukuri, merenungi dan mengambil hikmah dari cerita itu.
Kemudian ayah mengajak saya berbicara empat mata,
“Nak, kamu sudah punya pilihan dalam Pemilu ini… ?”
“ Sudah Yah, mudah-mudahan pilihan saya benar”
“ Ayah hargai apapun pilihanmu dan ayah selalu berdoa untuk kebaikanmu, jika kamu sudah memahami cerita di meja makan tadi tentunya kamu paham akan maksud ayah. Ayah tidak ingin apa yang telah dirintis selama ini hancur dalam sekejap.Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi di kemudian hari, seperti apa Negara ini jika diatur oleh pemimpin baru yang belum pasti. Seperti apa kebijakannya, semuanya belum teruji. Ayah hanya ingin hidup kita dan hidup semua saudara kita tenang damai seperti yang sudah-sudah. Silahkan jika kamu sudah punya pilihan, tapi jika berbeda dengan pilihan ayah, apakah kamu tega mengorbankan semuanya yang telah kita rintis bersama ?”
Ayah memeluk dengan hangat dan curahan kasih sayang yang tidak terkira sebelum meninggalkan saya yang penuh kebimbangan. Betapa besar pengorbanannya, betapa besar kasih sayangnya. Sebesar itu pula kebimbangan yang saya rasakan. Saya tidak tega menghianati orang yang mengasihi saya. Pilihan saya jelas beda dengan pilihan ayah. Walaupun sebetulnya saya sangat menginginkan perubahan di negri ini. Kebimbangan membawa saya pada keragu-raguan akan pilihan yang sebelumnya telah mantap. Sayapun mengikuti pilihan Ayah…..Pesta demokrasi yang saya idamkan, hak pilih yang saya banggakan harus direlakan untuknya.
Tapi mungkin saya termasuk orang yang beruntung, saya merubah keputusan dengan cara seperti itu. Banyak saudara-saudara kita yang merubah keputusan dengan cara yang tidak manusiawi. Dipaksa, diintimidasi, dikucilkan bahkan dengan kekerasan. Atau bahkan dengan dijanjikan sesuatu, diberi sesuatu dan sebagainya.

Teman-teman saya menukar pilihannya hanya dengan sebungkus nasi, sebungkus rokok, sejumlah (kecil) uang atau angin harapan.
Banyak yang meratapi nasib dikucilkan, dipindahkan tempat kerjanya, atau diturunkan jabatannya.
Bukan saja karena perbedaan dalam pilihan tapi secara umum perbedaan itu memang lebih cenderung berdampak negatif. Orang lebih menghargai persamaan daripada perbedaan.

Jika kita bangga dengan keanekaragaman suku, adat, budaya dan sebagainya, kenapa harus ada primordialisme yang mengusung persamaan.

Dalam suatu forum diskusi, seringkali peserta yang mempunyai pendapat berbeda dianggap nyeleneh. Jika pendapatnya ditolak, ia merasa sebagai orang yang kalah. Banyak sekali cara untuk mengubur perbedaan, misalnya dengan pengambilan suara terbanyak untuk menghitung kesamaan. Yang dominan tentu saja menjadi pemenang, namun apakah yang berbeda itu adalah sesuatu yang salah ?

Keputusan yang diambil belum tentu menjadi yang terbaik diantara pilihan-pilihan yang lain. Belum tentu pilihan lain lebih jelek dibanding dengan yang terpilih. Semuanya bergantung kepada nurani.

Dalam menyikapi perbedaan seringkali emosi yang dikedepankan dan mengesampingkan akal serta pikiran. Dan kita akan berbangga jika pilihan kita yang menang bukan yang terbaik yang menang, karena kita tidak sempat berfikir, betulkah pilihan kita adalah pilihan terbaik ?

Senin, 17 November 2008

korupsi

Kenapa di negara kita korupsi sulit diberantas ?
Gimana mau diberantas, wong mendefinisikan korupsi saja sulit....
Pada akhirnya kita selalu dikaburkan dalam mengartikan korupsi (khusus di negara kita lho..) setiap pihak selalu mencari dan menyatakan pembenaran, kenapa...?

Saya pernah membaca suatu artikel yang memuat tentang hal-hal yang masuk dalam kategori korupsi, ternyata banyak dan parahnya lagi sebagian besar sudah membudaya dan dianggap sebagai sesuatu yang “wajar” maka tidak heran kalau dalam anggaran suatu proyek muncul pos Legal Aspect, entertainment dan sebagainya dan sebagainya dan seterusnya.... maksudnya apa ? ya mungkin... ini kemungkinan lho... untuk membuka jalan lahirnya korupsi... Kalo mark up anggaran, saya nggak berani komentar karena nantinya kalimat pembenarannya terlalu banyak........

Perlukah kita me-redefinisi arti dari korupsi ? maksudnya biar lebih pas digunakan di negara kita. Misalnya Nyolong duit aja, gitu..... (yang jelas keliatan...) yang lainnya yang nggak keliatan dibenarkan saja.....khan lebih enak... iya tho.....
Dari mana datangnya korupsi ? sejak kapan ? kapan berakhirnya.....?
Kata mertua saya, korupsi sudah aja sejak jaman kerajaan dulu... upeti-upeti banyak yang ditilep oleh pejabat-pejabat.... orang yang ngasih upeti besar pasti selamet dan punya kedudukan.....akhirnya kayak jual beli, ngasih upeti besar berarti kedudukannya akan tinggi atau tingkat keselamatannya terjamin tapi kalau kecil atau biasa-biasa aja ya.. asal bisa hidup aja. Dalam perkembangannya hingga sekarang makin canggih dan teknisnya semakin beragam mulai dari tingkat paling bawah hingga paling atas. Ini akan terus hidup dan menghidupi karena setiap level sama-sama punya hak untuk mengkorupsi....
Misalnya, Raja ngomong ke patih ingin makan 10 tusuk sate kambing, si patih pasti bilang ke bawahannya 15 tusuk (biar dia bisa kebagian makan 5 tusuk), bawahannya pasti minta 20 tusuk dengan maksud yang sama... terus begitu mungkin sampai si tukang sate membakar 100 tusuk....nggak bisa nawar atau membantah karena ini titah raja lho.... akhirnya nama raja yang dijual.

Atau bisa juga karena instruksi yang tidak jelas....
Misalnya, Raja minta bambu, Patihnya bingung segimana... akhirnya minta satu lenjer ke bawahannya... bingung juga takut kurang trus akhirnya dibawain se dapur (kurang lebih bisa sampe 100 lenjer) ke istana....eh pas dibawa ke istana, raja-nya juga yang kebingungan karena Sang Raja cuma perlu buat tusuk gigi.... dikemanain sisanya..... ya dimakan sama bawahannya daripada mubazir....

Tapi yang lebih parah (yang dialami bangsa ini tentunya....) korupsi itu sudah dilakukan secara kolektif, masal dan bukan lagi problem individu.... dengan kata lain bahwa melakukan korupsi sudah kaya prasmanan... bancakan...semua kebagian.... susah khan nyari pelakunya....?

Kalo sekelompok orang dalam satu ruangan ditanya... Ayo, siapa yang pernah melakukan korupsi ?... hasilnya ada dua kemungkinan, nggak ada yang mengacungkan tangan atau mengacungkan tangan semua.... trus yang mau ditangkep siapa ? trus yang mau nangkep siapa ?

Jujur saja.... Anda pernah korupsi apa nggak...? Biarpun jawab nggak, dalam hati Anda nggak yakin... iya khan....? tapi tenang aja... dalam segala hal kita pasti punya kalimat pembenaran.. (yang dibuat-buat tentu saja...)
Atau jangan-jangan Anda nggak tahu.....
Korupsi itu apa sih.......?

Sumedang, 23 Oktober 2007
22.58 WIB

Sabtu, 15 November 2008

mathsemantic

Seringkali angka memusingkan kita dan menghambat kita untuk memecahkan secara jernih, cobalah pecahkan permasalahan dibawah ini. Lumayan.. buat latihan..
1
Bayangkan jika Anda adalah seorang sopir angkot jurusan Sumedang-Cileunyi, berangkat dari Sumedang jam tujuh pagi membawa tiga orang penumpang, di Samoja naik dua orang penumpang dan turun satu orang. Dengan kecepatan enam puluh kilometer perjam melanjutkan perjalanan, tiba di Simpang naik tiga orang dan turun dua orang penumpang. Sesampainya di Pasar Tanjungsari naik lagi dua orang penumpang. Di sekitar gerbang Unpad, kecepatan kendaraan harus diturunkan karena macet dan banyak mahasiswa berdemonstrasi, sehingga rata-rata laju kendaraan menjadi sepuluh kilometer per jam. Dua orang penumpang yang kegerahan memutuskan turun di Jatinangor. Berapakah umur sopir Angkot tersebut ?

2
Jika Anda adalah seorang pengemudi truk. Di pagi hari, Anda harus mengisi truk dengan tiga kotak apel dan lima kotak jeruk. Di Siang hari, Anda juga harus memasukan enam kotak semangka dan lima kotak anggur. Siapakah nama pengemudi truk tersebut ?

3
Rentangkan kedua tangan Anda ke depan, usahakan telapak tangan menghadap ke depan sehingga membelakangi Anda. Perhatikan dan hitunglah dari kelingking tangan kiri hingga kelingking tangan kanan. Ada berapa ?
Jadi, ada berapa jari yang ada pada sepuluh tangan ?

4
Seorang polisi mengejar seorang penjahat dari lantai satu hingga lantai lima. Polisi itu tidak berhasil menangkap si penjahat dan harus berlari dari lantai lima ke lantai sepuluh. Berapa bidang tangga yang harus ditempuh ?

5
Lima ekor gagak sedang bertengger di atas sebuah pohon. Tiga diantaranya baru saja bersiap untuk terbang. Berapa ekor gagak yang tersisa di atas pohon ?

6
Berapa ekor binatang dari masing-masing spesies yang dibawa Nabi Musa ke dalam bahtera ?

7
Satu bidang landai di atas sebuah atap berukuran enam puluh derajat dan bidang lainnya tiga puluh derajat. Seekor ayam meletakkan sebutir telurnya di atas atap itu. Ke arah manakah tekur itu akan jatuh ?

8
Seekor bekicot merayap di sekeliling sebuah stadion. Ketika ia merayap searah jarum jam, ia melingkari stadion dalam jangka waktu satu jam setengah. Ketika ia merayap melawan arah jarum jam, ia menyelesaikan putarannya dalam sembilan puluh menit. Mengapa ?

9
Ini adalah pertanyaan masalah hukum. Sebuah pesawat terbang dari Dallas ke Meksiko jatuh di perbatasan. Dimanakah mereka akan menguburkan yang berhasil selamat ?

benarkah ?? betulkah ???

Antara Benar dan Betul, dua kata dasar yang sama artinya. Mari kita tambahkan ke-an, maka jadi Kebenaran dan Kebetulan. Apakah artinya masih sama…..?
Secara awam, yang pertama mempertegas kata dasarnya. Tapi yang kedua mengacu pada sesuatu hal yang bersifat tidak disengaja. Coba saja kita bandingkan dalam kalimat berikut ini :
Suatu saat kebenaran akan terungkap
Apa jadinya jika kalimat tersebut menjadi
Suatu saat kebetulan akan terungkap
Formula itu ditemukan secara kebetulan
Rasanya kurang tepat apabila kalimatnya menjadi
Formula itu ditemukan secara kebenaran

Bagaimana lagi jika ke dua kata tersebut kita tambahkan lagi pe-an, maka menjadi kata Pembenaran dan Pembetulan. Menurut saya artinya jadi lebih beda lagi.
Pembetulan maksudnya kira-kira adalah perbaikan, memperbaiki sesuatu yang salah menjadi benar dalam arti yang sebenarnya, tapi kalau pembenaran ?... sepertinya lebih diartikan sebagai membenarkan sesuatu yang salah atau membuat suatu alasan supaya yang salah terlihat benar. Pendapat saya seperti itu, mungkin Anda punya pendapat lain ?
Saya memang bukan ahli bahasa tapi setidaknya kondisi yang saya amati di negri ini, menunjukan gejala bahwa kita lebih cenderung mencari Pembenaran daripada Pembetulan. Kenapa ? karena trend politik kita memang lebih cenderung ke arah sana.

Orang-orang yang cenderung melakukan pembenaran atas sesuatu yang dikerjakannya sebetulnya mengkhianati dirinya sendiri. Misalnya seseorang membuang sampah sembarangan dengan alasan tidak ada tempat sampah. Ini jelas perbuatan yang salah, dalam hatinya orang tersebut mengakui bahwa itu adalah perbuatan salah. Tapi dalam keadaan terdesak dia bisa melakukan pembenaran atau membenarkan sesuatu yang salah. Pembenarannya adalah dia membuang sampah sembarangan karena tidak ada tempat sampah. Hal ini terus diyakinkan dalam hatinya sampai akhirnya dia berhasil membunuh rasa bersalahnya, artinya dia merasa benar dengan perbuatannya. Lalu di lemparkan kemana kesalahannya ? Nah ini dia.... karena merasa benar, maka kesalahannya dilempar ke pemerintah atau ke siapa saja yang tidak menempatkan tempat sampah di daerah itu.
Repot khan....? ini baru masalah kecil, gimana kalau masalah yang lebih besar.
Tapi ada lagi yang melakukan pembenaran secara terencana. Seseorang melakukan kebaikan-kebaikan kecil untuk dijadikan tameng kejahatan-kejahatan yang lebih besar. Misalnya seorang pejabat yang korup memberi bantuan kepada orang-orang atau lembaga-lembaga yang menurutnya membutuhkan. Bantuannya jelas akan jauh lebih kecil daripada uang yang dikorupsinya, tapi dia bisa membuat pembenaran bahwa uang tersebut disalurkan melalui kegiatan yang bersifat bantuan. Publik (yang menerima bantuan) pun akan mati-matian membelanya walaupun mereka tidak akan pernah tahu betapa jauhnya perbedaan antara sumbangan yang diterima dengan uang yang dikorupsinya.

Pembenaran memang lebih berkonotasi negatif karena prakteknya memang kejam. Pelakunya memang berhasil mengalahkan nuraninya, unsur nafsu lebih dominan. Sebetulnya pelaku sadar dan sangat menikmati kesalahannya tapi ketika di vonis salah dia tidak akan menerima karena memiliki pembenaran.
Teman saya yang sudah beristri, berselingkuh dengan wanita lain. Ini jelas salah, tapi dia mempunyai pembenaran bahwa dia berselingkuh karena istrinya tidak bisa memuaskan dia. Teman saya merasa benar, kesalahannya dilemparkan kepada istrinya yang tidak bisa memuaskan dia.

Maka, pembenaran bisa terjadi dari perbuatan yang disengaja atau yang tidak disengaja, bisa bermula dari keterdesakan atau tidak. Tapi intinya sama yaitu bagaimana kita merubah opini publik dari yang salah menjadi terlihat benar.

Kenapa ?