Sabtu, 15 November 2008

benarkah ?? betulkah ???

Antara Benar dan Betul, dua kata dasar yang sama artinya. Mari kita tambahkan ke-an, maka jadi Kebenaran dan Kebetulan. Apakah artinya masih sama…..?
Secara awam, yang pertama mempertegas kata dasarnya. Tapi yang kedua mengacu pada sesuatu hal yang bersifat tidak disengaja. Coba saja kita bandingkan dalam kalimat berikut ini :
Suatu saat kebenaran akan terungkap
Apa jadinya jika kalimat tersebut menjadi
Suatu saat kebetulan akan terungkap
Formula itu ditemukan secara kebetulan
Rasanya kurang tepat apabila kalimatnya menjadi
Formula itu ditemukan secara kebenaran

Bagaimana lagi jika ke dua kata tersebut kita tambahkan lagi pe-an, maka menjadi kata Pembenaran dan Pembetulan. Menurut saya artinya jadi lebih beda lagi.
Pembetulan maksudnya kira-kira adalah perbaikan, memperbaiki sesuatu yang salah menjadi benar dalam arti yang sebenarnya, tapi kalau pembenaran ?... sepertinya lebih diartikan sebagai membenarkan sesuatu yang salah atau membuat suatu alasan supaya yang salah terlihat benar. Pendapat saya seperti itu, mungkin Anda punya pendapat lain ?
Saya memang bukan ahli bahasa tapi setidaknya kondisi yang saya amati di negri ini, menunjukan gejala bahwa kita lebih cenderung mencari Pembenaran daripada Pembetulan. Kenapa ? karena trend politik kita memang lebih cenderung ke arah sana.

Orang-orang yang cenderung melakukan pembenaran atas sesuatu yang dikerjakannya sebetulnya mengkhianati dirinya sendiri. Misalnya seseorang membuang sampah sembarangan dengan alasan tidak ada tempat sampah. Ini jelas perbuatan yang salah, dalam hatinya orang tersebut mengakui bahwa itu adalah perbuatan salah. Tapi dalam keadaan terdesak dia bisa melakukan pembenaran atau membenarkan sesuatu yang salah. Pembenarannya adalah dia membuang sampah sembarangan karena tidak ada tempat sampah. Hal ini terus diyakinkan dalam hatinya sampai akhirnya dia berhasil membunuh rasa bersalahnya, artinya dia merasa benar dengan perbuatannya. Lalu di lemparkan kemana kesalahannya ? Nah ini dia.... karena merasa benar, maka kesalahannya dilempar ke pemerintah atau ke siapa saja yang tidak menempatkan tempat sampah di daerah itu.
Repot khan....? ini baru masalah kecil, gimana kalau masalah yang lebih besar.
Tapi ada lagi yang melakukan pembenaran secara terencana. Seseorang melakukan kebaikan-kebaikan kecil untuk dijadikan tameng kejahatan-kejahatan yang lebih besar. Misalnya seorang pejabat yang korup memberi bantuan kepada orang-orang atau lembaga-lembaga yang menurutnya membutuhkan. Bantuannya jelas akan jauh lebih kecil daripada uang yang dikorupsinya, tapi dia bisa membuat pembenaran bahwa uang tersebut disalurkan melalui kegiatan yang bersifat bantuan. Publik (yang menerima bantuan) pun akan mati-matian membelanya walaupun mereka tidak akan pernah tahu betapa jauhnya perbedaan antara sumbangan yang diterima dengan uang yang dikorupsinya.

Pembenaran memang lebih berkonotasi negatif karena prakteknya memang kejam. Pelakunya memang berhasil mengalahkan nuraninya, unsur nafsu lebih dominan. Sebetulnya pelaku sadar dan sangat menikmati kesalahannya tapi ketika di vonis salah dia tidak akan menerima karena memiliki pembenaran.
Teman saya yang sudah beristri, berselingkuh dengan wanita lain. Ini jelas salah, tapi dia mempunyai pembenaran bahwa dia berselingkuh karena istrinya tidak bisa memuaskan dia. Teman saya merasa benar, kesalahannya dilemparkan kepada istrinya yang tidak bisa memuaskan dia.

Maka, pembenaran bisa terjadi dari perbuatan yang disengaja atau yang tidak disengaja, bisa bermula dari keterdesakan atau tidak. Tapi intinya sama yaitu bagaimana kita merubah opini publik dari yang salah menjadi terlihat benar.

Kenapa ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar