06.30
JAM 00.00 WIB
Disebuah kamar loteng yang amat sangat berantakan, seorang pria kurus berumur 24 tahun terlentang dalam keadaan mabuk terus menerus dihantui perasaan takut. Halusinasi dan bisikan-bisikan terdengar memekakan telinganya,
“Elu harus buang !”
“Elu harus buang kesialan elu !”
“Dasar sial, Lu!”
“Sampah, Lu!”
“Kapan mau berubah, Lu!”
“Elu harus buang, Elu harus buang kesialan Elu !”
Pria itu bangkit, namun terpeleset dan jatuh, bangun lagi jatuh lagi. Dipegang nya sebuah tali yang ternyata kabel setrikaan yang jatuh menimpa kepalanya, merangkak mencoba memegang kain taplak meja dan semua yang diatas meja pun berjatuhan menimpanya.
“Elu harus buang !”
“Elu harus buang kesialan elu !”
“Dasar sial, Lu!”
“Sampah, Lu!”
“Kapan mau berubah, Lu!”
“Elu harus buang, Elu harus buang kesialan Elu !”
Mencoba merangkak dan menggapai pintu, akhirnya bisa berdiri berpegangan pada handle pintu, mencoba membuka kunci, patah. Pria itu menggapai jendela yang terbuka, susah payah bisa keluar juga. Dia muntah memuntahkan semua isi perutnya yang hanya terisi air, cairan kekuningan keluar deras dari mulutnya dan berceceran ke jalan sebagian ke tempat sampah.
Pria itu akhirnya pingsan di teras loteng.
JAM 04.15 WIB
Ditengah suara Adzan Subuh, seorang anak gelandangan dekil berumur 9 tahun (x), dia letih dan kelaparan. Mengais-ngais sisa makanan di tempat sampah di depan rumah dibawah kamar loteng itu. Dia menemukan bekas kaleng minuman yang terisi air, dia meminumnya. Dia pun tertidur.
JAM 06.30 WIB
Pagi yang cerah, gang depan rumah itu mulai ramai oleh orang lalu lalang. Anak-anak SD berjalan beriringan penuh canda. Pintu rumah itu terbuka, anak “X” masih tergeletak di situ. Pemilik rumah, wanita setengah baya terus mengomeli kelakuan anaknya (yang masih pingsan di teras loteng) yang selalu mabuk dan begadang tanpa ia tahu kalau si anak telah pulang dan mengalami sesuatu semalam.
“Dasar anak tidak tahu diri, sudah menganggur kerjaannya mabuk, tiap hari mabuk. Orang tua nyari duit hanya habis buat mabuk. Mau jadi apa? Kalau sekarang saja sudah jadi sampah. Orang lain berangkat kerja, sekolah eh.. ini enggak tahu kemana.”
Kemudian dia melihat anak “X” yang masih tertidur lelap di teras rumahnya,
“Ini siapa lagi, ada anak gelandangan tidur, ngotor-ngotorin teras rumah aja, Hei bangun….!…bangun…! “
Sambil merojok anak itu dengan sapu, “X” masih terlelap.
“Kayaknya kudu dikasih pelajaran nih anak, gua mandiin kapok, Lu!
Tergopoh-gopoh wanita itu masuk kembali ke rumahnya, sejenak kemudian kembali dengan membawa seember air. Dengan kedua tangannya, ember itu diayun ke atas untuk menyiram “X”. Tapi malang, wanita itu terpeleset dan terjatuh, kepalanya membentur lantai keras sekali. Terlihat darah menggenang di lantai. Orang yang berlalu lalang langsung kaget dan mengerubungi. Anak “X” terbangun dan beranjak pergi. Wanita itu mati.
JAM 07.10 WIB
Disebuah halaman SD, anak-anak berlarian menuju kelasnya seiring lonceng. Penjaga sekolah sudah siap mendorong/menutup pintu gerbang sekolah yang sudah agak macet dan karatan. Sambil matanya tertuju pada wanita penjual gorengan di luar tembok batas sekolah.
“Mpok, udah nemu jawabannya ?”
“Yang mana, Bang?”
“Yang entu tuh, ajakan aye kemarin. Aye khan udah lama jadi duda, Mpok juga khan lama menjande.”
“Oh, yang entu, Bang, gimane, ye?”
Pada saat yang bersamaan anak “X” dengan gontai masuk dan memandangi bangunan sekolah. Pikirannya menerawang dengan segala keinginan, Andai Ia Bisa Seperti yang lainnya…..
Dari arah belakang, seorang anak SD agak gemuk (sepertinya anak orang berada) berlari tergesa-gesa dan menubruk “X” yang sedang menghayal, keduanya terjatuh. Si anak SD marah dan menghampiri “X”
“Dasar Lu, dekil, halangin jalan Gue. Mau gue hajar Lu!”
Sambil mendorong si “X”. Keduanya terlibat dorong-dorongan. Penjaga sekolah masih terlibat dengan canda tawa dengan Mpok penjual gorengan.
Si anak SD mengambil batu, mau dipukulkan ke “X”, “X” lari ketakutan
“Gue pukul pake batu, nyaho Lu!”
Si anak SD berlari mengejar, namun ia terjatuh persis di tengah lintasan pintu gerbang. Pada saat yang bersamaan, tetap sambil bercanda, Si penjaga sekolah mendorong pintu sekuat tenaga tanpa melihat apa yang sedang ada di sana, dan krekkkkk si anak SD lehernya terlindas pintu pagar. Anak SD itu mati.
JAM 08.00 WIB
Seorang Petugas kebersihan dengan sekuat tenaga menahan laju gerobaknya di jalan yang menurun. Pada seseorang yang lewat ia meminta bantuan,
“Pak, tolong ganjelin roda geribak aye dong. Aye mau ngambil sampah di tong entu tuh”
“Temennya mana, Bang?”
“Lagi cuti, Pak. Istrinya ngelahirin”
“Oh…, jadi sendirian nih?”
Sambil mengganjal ban roda gerobak dengan balok kayu.
“Iya, Ma’ kasih, Pak”
Pada saat itu, “X” sedang mengais sisa makanan di tong sampah yang dimaksud (berada di tengah jarak turunan itu). Dia mendapatkan apa yang dicarinya ketika Petugas Kebersihan itu menghampirinya.
“Udeh, Tong. Ini sampah mau gue angkut”
Si “X” tidak menggubrisnya, karena makanan itu hampir didapatnya.
“Elu denger kagak, Tong. Minggir Lu, ganggu kerjaan gue aja”
Sambil mendorong, Si “X” terpelanting. Petugas sampah itu bersiul mengangkat tong sampah. Tanpa di duga ganjel kayu terlepas karena beratnya gerobak yang dipenuhi sampah. Gerobak itu meluncur ke arah petugas sampah tanpa disadarinya.
Brakkkkk….. Petugas sampah tertabrak dan tergilas gerobak itu. Dia pun mati.
JAM 09.30 WIB
Pertokoan itu sudah agak ramai. Salah satunya baru buka. Seorang pegawai toko kelontongan sedang membersihkan kaca etalasenya. Disebelah toko itu pada bangunan yang sama pintu garasi terbuka, sebuah mobil box berusaha mundur untuk keluar.
“Mat, bantu parkirin dong, aku mau keluar nih. Disuruh bos nganter barang”
Kata si supir ke penjaga toko.
“Oke, tahan dulu banyak yang lewat, tuh”
Si “X” datang dan memandang isi etalase dengan menempelkan wajah di kacanya.
Penjaga toko yang sedang membantu supir, membentak,
“Apa-apan, Lu, dekil. Pergi Lu. Jangan ngotorin di situ.”
Menghampiri berusaha menangkap si “X”, anak itu berkelit, mencibir dan meludahi etalase. Penjaga toko yang hampir tersungkur, naik pitam.
“Sialan, Lu. Awas gue hajar baru nyaho Lu!”
Penjaga toko mengejar, “X” berlari melewati mobil yang belum berhasil keluar itu. Penjaga toko tepat di belakang mobil itu ketika mpbil itu berhasil mundur. Dia tertabrak dan tergilas mobil itu.
“Mat, gimana? Jalannya udah kosong belum?”
“Mat ! kemana sih Lu?”
Tidak ada jawaban, Si Penjaga toko menghembuskan nafas terakhir di kolong mobil.
JAM 12.30 WIB
Saat pegawai kantor istirahat siang, jalanan yang dipenuhi pedagang kaki lima diserbu pencari makan.
Di salah satu warung nasi tenda kaki lima, kesibukan itu terasa. Pemilik warung wanita berumur 40 tahunan dengan seorang pegawainya disibukkan banyaknya pesanan.
Si “X” yang kelaparan, mengendap-endap mengintip isi dapur. Matanya tertuju pada sepiring ayam goreng yang ada di atas meja. Tangan kecilnya menggapai, dapat satu dan lari. Ibu pemilik warung tahu dan mengejarnya sambil mengacungkan sendok sayur.
“Maling, maling!”
“Hei maling, mau lari kemana Lu?!”
Si “X” berlari melintasi jalan, Si Ibu tetap mengejar tanpa memperhatikan kondisi lalu lintas. Sebuah sepeda motor melaju kencang, tanpa sempat mengerem menabrak tepat si pemilik warung. Sendok sayur itu terlempar meninggalkan jasad pemilik warung yang bersimbah darah.
JAM 14.00 WIB
Lonceng berdentang menandai bubarnya sekolah sebuah SMU. Si “X” terpekur merenungi nasibnya di sebuah pojok jalan. Beberapa saat kemudian ketika suasana mulai sepi, Sepasang siswa-siswi SMU lewat di depannya. Si “X” menyodorkan tangannya ke si siswi, si siswa menghardik.
“Masih kecil sudah jadi preman, ntar mau jadi apa, Lu?”
Si “X” menjulurkan lidah, menyodorkan pantat dan berlari. Si Siswa (1) mengambil batu dan melemparkannya. Anak itu mengelak dan batu itu mengenai pelipis salah seorang dari sekelompok siswa dari SMU lain.
“Kurang ajar, mau cari gara-gara lu, ya?”
Si Siswa (1) terkesiap dan terlalu terlambat untuk meminta maaf dan memberi penjelasan. Kelompok itu (sekitar 10 orang) tanpa banyak bicara langsung menghajar Siswa (1) si siswi menjerit-jerit ketakutan. Salah seorang dari kelompok itu mengeluarkan obeng. Entah apa yang terjadi akhirnya.
JAM 15.30 WIB
Adzan Ashar sudah berlalu, di sebuah perumahan yang tidak begitu ramai. Sebuah rumah dengan pekarangan yang cukup luas, beberapa anak kecil bermain warung-warungan (dadagangan). Si ayah mengomeli pohon rambutan kesayangannya yang diserang hama dan ulat. Dia menyiapkan obat dan racun hama cair berwarna coklat dalam botol, dan mulai mencampurkannya dengan sedikit air di sebuah wadah.
Istrinya yang cantik membawakan satu botol air dingin dengan gelasnya yang masih kosong.
“Mau sekalian dituangin, Bang?”
“Gak usah, simpan aja di situ. Heran kenapa ulat-ulat ini hobinya merusak pohon orang.”
Dia terus mengomel dan menyumpahi si ulat. Si istri tersenyum dan meletakan botol dan gelas yang masih kosong di dekat peralatan si suami. Anak-anak kecil itu terus bermain.
Si Suami menangkap satu ulat, menyundutnya dengan rokok dan menginjaknya.
Si “X” menghampiri dan mencoba mengamen untuk mendapatkan uang dari orang itu. Nyanyiannya disambut sumpah serapah dan usiran dari pemilik rumah yang masih dipusingkan dengan ulat-ulatnya.
Tenggorokan orang itu terasa kering dan meraih gelas, menghabiskan tanpa memperhatikan isinya. Dia merasakan rasa air yang menyengat, dilihatnya botol minuman masih utuh dan melihat wadah tempat mencampur racun ulat telah kosong. Matanya menoleh ke anak-anak yang sedang bermain itu, mereka tertawa-tawa. Salah seorang berkata pada temannya.
“Kamu baik ya, Ta. Udah nyiapin minuman buat papa kamu.”
Si pemilik rumah langsung kelojotan, sejenak kemudian mulutnya berbusa.
JAM 17.00 WIB
Suasana keramaian taman kota. Sore yang indah.
Anak-anak kecil ditemani orangtuanya bermain dengan gembira, menikmati aneka mainan dan dagangan di taman itu.
Si “X” terduduk lesu di pojok taman. Seharian ini terlalu banyak peristiwa yang dilaluinya dan dia tetap lapar.
Seorang anak perempuan kecil menghampirinya, dia menyodorkan makanan dan air minum kemasan pada si ”X” yang menerimanya dengan perasaan tidak menentu . Anak kecil itu kemudian berlari ke orang tuanya.
“Udah dikasihin, sayang?”
“Udah, Ma!”
“Kita harus mengasihi sesama, kalo ada orang yang kelaparan maka kita harus memberinya makan.”
Si “X” kemudian dengan lahap menghabiskan makanan dan minuman itu. Si “X” yang kekenyangan akhirnya tertidur di pojok taman di selimuti suara Adzan Maghrib.
JAM 00.00 WIB
Ketika lonceng jam kota berdentang 12 kali, Si “X” terbangun. Keringat bercucuran di tengah udara dingin. Ia mengingat kembali mimpinya, ia dikejar-kejar orang-orang yang ditemuinya sepanjang hari tadi.
Ia kemudian berdiri dan buang air kecil di atas sampah sampah yang berserakan di pojok taman. Ia pergi lagi setelah merasa lega,
JAM 04.30 WIB
Orang gila yang kelaparan mengais-ngais sampah mencari makanan di pojokan taman. Ia menemukan kaleng minuman yang terisi air dan diminumnya. Ia pun tertidur.
JAM 06.30 WIB
Saat taman kota sedang ramai oleh orang-orang yang sedang berolah raga. Mereka dikagetkan dengan sesosok mayat petugas taman kota yang tergeletak berlumuran darah. Tampaknya ia menjadi korban tabrak lari.
Bersambung…………….
Rabu, 03 Desember 2008
Tipi
Tipi
19.15
Sebuah keluarga dengan status sosial sedang-sedang saja:
Ayah - Pegawai Negeri
Ibu - Ibu rumah tangga
Anak 1 - Pelajar SMA kelas III (Perempuan)
Anak 2 - Pelajar SMP kelas II (Laki-laki)
Anak 3 - Pelajar SD Kelas 1 (Laki-laki)
Di ruang keluarga didepan sebuah TV ukuran 21 Inc., ayah, ibu dan anak 3 duduk di sebuah kursi panjang, sementara di atas karpet didepannya anak I membaca buku sambil tiduran dan sesekali matanya melihat ke arah TV.
Ibu : Nduk, mbok ya belajar itu di kamar saja. Bentar lagi khan ujian. Kok iso lho sinau sambil delok tipi
Anak I : Bentar Bu, sayang acaranya bagus. Udah ini ke kamar Koq
Anak 2 mengambil alih remote dan memindahkannya, yang lainnya protes sementara si
Ayah tersenyum senyum sambil menghisap rokok kreteknya. Acara TV kembali seperti semula. Anak 2 terlihat kecewa dan masuk ke kamar, sesaat kemudian terdengar dia bernyanyi dengan keras diiringi gitar sebagai tanda protesnya.
Anak I : Hey kalo mau nyanyi di hutan saja. Berisik Tau !
Anak I berjalan dan menggedor pintu kamar.
Anak 2 terus bernyanyi, Ayah dan Ibu hanya tersenyum-senyum melihat kejadian itu sementara anak 3 mulai terkantuk kantuk dan naik ke pangkuan ibunya.
20.00
Ketika acara TV mencapai klimaks cerita, tiba-tiba layar TV bergoyang dan berwarna biru sesaat kemudian gambar TV hilang.
Ayah : Yah .. Kumat lagi, Bu
Ibu hanya tersenyum pahit
Anak 1 : Mesti deh, kalo lagi rame-ramenya begini. Sebel. Beli lagi yang baru .. opo’o
Ibu : Emangnya harga tipi podo karo gedang goreng, Wis to Pak, pateni wae. Ayo Nak bobo di kamar aja
Si Ibu menggendong anak3 ke kamar, Ayah masih sibuk mengutak atik TV nya
Ayah : Bu..bu.. sih awan kok wis ngajak turu…..
Anak I : Sebbelllll…!
Anak2 terus bernyanyi dan merayakan kemenangannya.
Ayah menyerah dan menyusul Ibu ke kamar. Anak 1 juga masuk ke kamarnya. Ruangan itu akhirnya lengang dan sepi. Anak 2 ke ruang tengah dan menyetel-nyetel gitar di situ sambil membuka-buka buku pelajaran gitar.
06.30
Ditengah kesibukan pagi tanpa berita di TV, ibu membereskan bekas sarapan, anak-anaknya bersiap siap berangkat sekolah. Ayah dan seorang tukang becak mengangkat TV
Ayah : Hati-hati, Mang
TB : Beres Pak, ke tempat servis langganan yang biasa ya Pak
Ayah : Iya, baru tiga kali servis wis dibilang langganan, ngenye’ kamu ya
TB : Sori atuh Pak, khan buat masti’in
Ayah : Iya..iya, awas hati-hati
Tukang becak mengangkat dan tanpa sengaja menyenggol pintu. Semuanya terkesiap kaget mengkhawatirkan barang kesayangannya itu.
Hari Pertama tanpa TV
19.30
Ruangan itu begitu sepi hanya Ibu yang sedang menjahit baju anaknya yang sobek ditemani anaknya bermain flago
Ayah di ruang tamu membaca koran
Anak 1 belajar di kamarnya
Anak 2 bersiap siap pergi
Anak 2 : Bu, aku ke rumah Tanto dulu ya
Ibu : Nggak ada PR?
Anak 2: Nggak Bu
Ibu : Jangan lama-lama
Anak 2: Iya Bu, Pa berangkat dulu
Sepi lagi……
Suara telepon
Ayah : Bu, angkat teleponnya !
Ibu : Se.. toh iki durung mari….
Anak 1 keluar dari kamar langsung mengangkat telepon
Anak 1: Halo…… Iya saya sendiri …. Eh kamu Ren….. Ada Apa ?
Bisa…. Aku nggak kemana-mana koq…. Boleh ….kamu udah nyampe mana ?
Iya udah deket koq … masuk ke gang mawar tiga rumah dari situ sebelah kanan nomor enam ….. tanyain aja rumah Pak Jafar…………………
Ok aku tunggu… daah….!
Anak 1 langsung bergegas ke ruang tamu
Anak 1 : Bapak pindah dulu …. Temenku mau ke sini
Bapak : Lho piye kamu ini toh…..
Anak 1 : Cepetan dong Pak.. cepet… cepet
Bapak : Se.. toh, aduh ini anak masa bapaknya diusir, emangnya iki rumah siapa
Anak : Aduh si Bapak malah ngomel, ayo dong ntar keburu datang…
Sambil terus menarik narik tangan si Bapak
Rendi teman anak 1 tiba-tiba muncul di depan pintu yang terbuka
Rendi :Assalamualaikum… selamat malam Pa…
Ayah :Waalaikum salam… eh tamune wis teko
Anak 1: Kamu koq cepet, Ren?
Rendi : Iya.. dianter Adit pake motor, Adit nya langsung pulang…
Ayah : Masuk De, ngobrolnya di dalam
(sambil menggoda anaknya pelan : "nek bojone teko langsung sumringah suit suitttt..")
Anak 1 mencubit gemas ayahnya, ayahnya meringis dan segera membenahi sarungnya dan berlalu
Anak 1 : Sini di dalam Ren…
Keduanya langsung terlibat obrolan, anak 1 yang masih nampak polos sepertinya kurang memahami maksud Rendi yang menaruh hati padanya sehingga pembicaraan itu terdengar konyol. Dengan segala upaya Rendi terus menjelaskan. Rendi memindahkan posisi duduknya ke dekat Anak1 (yang masih belum paham) mengeluarkan setangkai mawar dan bermaksud menggenggam tangan anak1
Tapi si Ayah keburu lewat …..
Ayah : Bu, aku mau beli rokok dulu …..
Rendi dan Anak 1 kaget dan Rendi pun sedikit menjauh dan berusaha menyembunyikan bunga . Si Ayah terheran melihat keduanya
Rendi : Pa….. (sambil sedikit malu)
Anak 1 : Kemana Pak?
Ayah : Emmm mau beli kembang eh…. Rokok….
Ayah berlalu Rendi menarik nafas lega….
Ruang tengah jam 21.30
Sepi, sambil menimang-nimang jahitannya dan sesekali melihat ke arah jam dinding,
Ibu mulai merasakan kantuk. Ayah dan anak2 belum pulang. Masih terdengar suara obrolan anak 1 dan Rendi di ruang tamu……
Ruang makan 06.30
Ayah dan anak1 tampak kurang berselera makan, sesekali melamun. Sementara anak 2 dan 3 tampak bersemangat dan sesekali mencuri-curi lauk di piring kakaknya. Ibu masih beres beres di dapur, lalu keruang makan sambil membawa ceret tempat air minum
Ibu : Kalau orang lagi kasmaran, makan tidak enak tidurpun tak nyenyak. Yo wis kalau nggak mau makan ya nggak usah makan….
Ayah : Sopo sing kasmaran, salahe… aku pulang kamu udah tidur….Cuma cangkruk di warung Mang Mamat kok dibilang kasmaran … kasmaran karo sopo ? karo Mang Mamat …. Maen pedang…
Ibu : Sopo sing ngomong karo kowe. Aku ngomong karo anakmu, yang satu baru diapeli yang satunya nggak tau pulang jam berapa…..Bapaknya juga nggak karuan … mau kumat lagi…? Karo sing iku ….
Ayah : Ngomong itu jangan asal ngecap, aku itu tau maksud kamu. Kamu itu mau ngungkit ngungkit lagi khan ? jangan asal nuduh….Siap yang nuduh, kalo iya bilang aja………….Ibu :
Ayah : Maksud kamu, apa ??!!
(Ayah menggebrak meja dan pergi, anak 2 menggandeng adiknya dan pergi. Ibu mulai terisak, anak 1 menghampiri dan menghibur Ibunya. Lalu membimbingnya ke kamar.)
Di Kamar Ibu
Ibu :Wis to Nduk, ibu ndak apa-apa.. ayo berangkat sana… nanti kamu telat
Anak 1 : Maafin, Dewi ….Bu
Ibu :Kamu nggak salah, ibu kadang nggak ngerti. Apa mau bapakmu…..
Anak1:Sudahlah bu, mungkin bapak sedang banyak pikiran, jadi bapak cepat marah..
Ibu:Kamu nggak ngerti Nduk, sudahlah kamu berangkat sana….
Anak1 berpamitan pada ibunya.
Ibu masih terisak….
“Sampean sudah janji mau berubah, Mas……”
19.30 Ruang tengah…. Masih tanpa TV
Sepi, hanya si Ibu yang sedang mengajari anak3 matematika
Ayah, Anak1 dan anak 3 belum pulang juga dari sekolah…..
Sesekali Ibu melihat ke arah jam dinding dan menoleh ke meja TV yang kosong….
“Kemana mereka yaa… jam segini koq belum pulang”
Anak3 :Ibu bicara sama siapa ?
Ibu:Nggak, ayo terusin lagi belajarnya…. Kalo enam belas dibagi dua berapa ?
Anak3: Bapak, Mbak Dewi sama Mas Anto kemana sih Bu ? Koq dari pagi belum pulang ?
Ibu menarik nafas dalam-dalam
Ibu : Bapak masih sibuk di kantor, Mbak Dewi sama Mas Anto katanya mau belajar di rumah temannya….
Anak3:Koq nggak seperti biasanya ya Bu……
Terdengar pintu depan dibuka
Anak1 berlari dan masuk ke kamar sambil menangis
Ibu : Nduk ada apa….kenapa…
Setengah berlari, ibu menghampiri
Rendi : Malam Bu….
Ibu : Eh…kamu, kenapa Dewi ?
Rendi : Nggak apa-apa, cuma salah paham,
Saya pamit dulu Bu…..Assalamualaikum
Ibu : Waalaikum salam
(masuk kamar anak1)
Kenapa ? ……….. pulang malam-malam gini, datang datang langsung nangis… Ada apa?
Anak1 : Rendi, Bu…. Rendi udah nyakitin Dewi…
Ibu : Nyakitin gimana ? (sambil membelai rambutnya)
Anak1 : Semalam Rendi bilang kalau dia sayang sama Dewi dan mau jadi pacar Dewi, tadi tanpa bilang ke Ibu kami nonton dan jalan-jalan tapi di mal tadi ada seorang wanita melabrak Dewi, katanya aku udah merebut Rendi dari Dia……..
Dewi khan malu Bu……….
Dewi benci sama Rendi…. Dia udah berbohong sama Dewi…
Ibu hanya tersenyum sambil membelai rambut anaknya…
Ibu : Kamu anak baik, selama ini kamu selalu jadi contoh buat adik-adikmu
Selalu jadi juara kelas, rajin dan tidak pernah lupa Shalat
Hari ini Ibu tidak melihat kamu seperti itu
Kemana sifat dan semua kebaikan kamu yang selama ini ibu kenal ?
Anak1 : Maafkan Dewi Bu………..
Ibu : Pacaran itu bagus selama membawa perubahan positif, membuat kamu jadi lebih baik dari sebelumnya…………
Nah… lupakan itu semua.. sebentar lagi kamu ujian, banyak yang harus kamu siapkan untuk itu……..
Ibu sayang sama kamu………
Kamu harus selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik… ibu bangga sama kamu……….
Nah, sekarang kamu mandi dulu, shalat, makan lalu istirahat…. Lupakan kejadian tadi
Terdengar ketukan pintu
Ibu bergegas membuka pintu, ekspresi wajahnya berubah jadi tegang, seorang wanita berumur tigapuluhan mengucapkan salam dengan santun
Ibu : Dasar perempuan tidak tahu diri, Mau apa kamu ke sini?
Belum puas kamu ya? Mau menghancurkan keluargaku lagi?
Pergi kamu !
Tamu : Euh..Ibu jangan salah paham… saya cuma….
Ibu : Sudah pergi sana….Aku tidak mau melihatmu…..Pergiiiiii !
Anak3 berlari menghampiri ibu dan terjatuh… Ibu meraihnya, secara spontan Tamu menghampiri berusaha menolong anak 3 tapi kembali diusir Ibu, lebih keras malah dan tampaknya Ibu mulai kehilangan kesabaran dan meraih vas bunga diatas meja…..
Anak 1 datang masih mengenakan handuk dan kaos mencegah sesuatu yang gawat terjadi….
Anak 1 : Ibu…………
Ibu langsung tersadar terhadap apa yang akan dilakukannya dan menangis,
anak1 membimbingnya duduk dan mempersilahkan tamu untuk duduk
Ibu : Nduk, bawa adikmu ke dalam…. Obati lukanya
Tamu : Mbak mau percaya sama saya ? jangan salah paham, Mbak…..
………..sepi beberapa menit…………..
Tamu : Sejak peristiwa itu, saya tidak pernah bertemu lagi dengan Mas Jafar,
saya berusaha melupakan semuanya…..dan saya bisa….
Saya sudah memulai hidup baru ….. menjalaninya dengan lurus…..
Bahkan sebentar lagi saya akan menikah….
Percayalah pada saya, Mbak…..
…………..Tamu memeluk Ibu yang masih terisak, ibu diam saja….
Ibu : Lalu mau apa kamu kesini….
Tamu : Mbak tenang ya…. Sabar….
Tabah ….. semuanya sudah membaik….
Ibu : Apa maksud kamu…..
Tamu : Tadi sore, ketika saya sedang di perjalanan ke mal dengan calon suami saya..
Saya melihat ada kecelakaan , dua motor tabrakan di depan mobil yang kami naiki…..
Kami menolongnya, dan ternyata itu adalah Anto…..
Ibu : Apa…? Anto… ?
Dewiiii…….! Anto Wi….!
Tamu : Tenang… Bu, tenang, Anto sudah baikkan
Waktu itu saya panik, dan saya membawanya ke rumah sakit dan yang terlintas waktu itu saya harus menghubungi Mas Jafar, untunglah Mas Jafar masih ada di kantor dan menyusul ke rumah sakit….
Sekarang Anto sudah membaik……
Mas Jafar ada di sana menemani Anto…..
Beberapa kali Mas Jafar berusaha menghubungi ke sini tapi kayaknya teleponnya rusak…….
Ibu : Anto… saya mau ke sana….
Saya mau melihat Anto….
Tamu2 : Kita berangkat Sekarang, Rin……
Seorang pria gagah menghampiri mereka……..
Mereka segera berkemas, dan berangkat ke Rumah Sakit……..
Dua hari kemudian……..
Keluarga itu datang dari rumah sakit, Anto dengan susah payah berjalan dengan kruk-nya, Rini (Tamu) juga ada disana dengan calon suaminya…..
Anto : Wah Kejutan……. TV baru……..
Semuanya tertawa dan keceriaan terbagi diantara mereka…….
Hari itu juga jam 19.30
Setelah makan malam keluarga itu berkumpul di ruang tengah untuk menton TV bersama
Anto sudah mengambil tempat duluan duduk di kursi Bapak…… dan menguasai remote..
Memijit mijitnya tapi tidak juga menyala…….
Semuanya diliputi oleh kekhawatiran dengan omelan kecewa……
Anto : Yah … katanya TV baru…..Koq udah rusak lagi……
Anak 3 sibuk mengutak atik tamiya dan menjalankannya sementara yang lainnya masih kebingungan dengan TV yang tidak nyala nyala juga…..
Ayah : Tamiya-nya nyala lagi… siapa yang benerin….?
Anak3 : Aku sendiri….. cuma diganti batere-nya koq….
Anak 1 : Batere, dari mana baterenya
Anak 3 : Dari Remote……
Semuanya saling berpandangan, dan kemudian tertawa……..
Kebersamaan dan kebahagiaan keluarga itu kembali hadir di depan TV……..
Bersambung…..
19.15
Sebuah keluarga dengan status sosial sedang-sedang saja:
Ayah - Pegawai Negeri
Ibu - Ibu rumah tangga
Anak 1 - Pelajar SMA kelas III (Perempuan)
Anak 2 - Pelajar SMP kelas II (Laki-laki)
Anak 3 - Pelajar SD Kelas 1 (Laki-laki)
Di ruang keluarga didepan sebuah TV ukuran 21 Inc., ayah, ibu dan anak 3 duduk di sebuah kursi panjang, sementara di atas karpet didepannya anak I membaca buku sambil tiduran dan sesekali matanya melihat ke arah TV.
Ibu : Nduk, mbok ya belajar itu di kamar saja. Bentar lagi khan ujian. Kok iso lho sinau sambil delok tipi
Anak I : Bentar Bu, sayang acaranya bagus. Udah ini ke kamar Koq
Anak 2 mengambil alih remote dan memindahkannya, yang lainnya protes sementara si
Ayah tersenyum senyum sambil menghisap rokok kreteknya. Acara TV kembali seperti semula. Anak 2 terlihat kecewa dan masuk ke kamar, sesaat kemudian terdengar dia bernyanyi dengan keras diiringi gitar sebagai tanda protesnya.
Anak I : Hey kalo mau nyanyi di hutan saja. Berisik Tau !
Anak I berjalan dan menggedor pintu kamar.
Anak 2 terus bernyanyi, Ayah dan Ibu hanya tersenyum-senyum melihat kejadian itu sementara anak 3 mulai terkantuk kantuk dan naik ke pangkuan ibunya.
20.00
Ketika acara TV mencapai klimaks cerita, tiba-tiba layar TV bergoyang dan berwarna biru sesaat kemudian gambar TV hilang.
Ayah : Yah .. Kumat lagi, Bu
Ibu hanya tersenyum pahit
Anak 1 : Mesti deh, kalo lagi rame-ramenya begini. Sebel. Beli lagi yang baru .. opo’o
Ibu : Emangnya harga tipi podo karo gedang goreng, Wis to Pak, pateni wae. Ayo Nak bobo di kamar aja
Si Ibu menggendong anak3 ke kamar, Ayah masih sibuk mengutak atik TV nya
Ayah : Bu..bu.. sih awan kok wis ngajak turu…..
Anak I : Sebbelllll…!
Anak2 terus bernyanyi dan merayakan kemenangannya.
Ayah menyerah dan menyusul Ibu ke kamar. Anak 1 juga masuk ke kamarnya. Ruangan itu akhirnya lengang dan sepi. Anak 2 ke ruang tengah dan menyetel-nyetel gitar di situ sambil membuka-buka buku pelajaran gitar.
06.30
Ditengah kesibukan pagi tanpa berita di TV, ibu membereskan bekas sarapan, anak-anaknya bersiap siap berangkat sekolah. Ayah dan seorang tukang becak mengangkat TV
Ayah : Hati-hati, Mang
TB : Beres Pak, ke tempat servis langganan yang biasa ya Pak
Ayah : Iya, baru tiga kali servis wis dibilang langganan, ngenye’ kamu ya
TB : Sori atuh Pak, khan buat masti’in
Ayah : Iya..iya, awas hati-hati
Tukang becak mengangkat dan tanpa sengaja menyenggol pintu. Semuanya terkesiap kaget mengkhawatirkan barang kesayangannya itu.
Hari Pertama tanpa TV
19.30
Ruangan itu begitu sepi hanya Ibu yang sedang menjahit baju anaknya yang sobek ditemani anaknya bermain flago
Ayah di ruang tamu membaca koran
Anak 1 belajar di kamarnya
Anak 2 bersiap siap pergi
Anak 2 : Bu, aku ke rumah Tanto dulu ya
Ibu : Nggak ada PR?
Anak 2: Nggak Bu
Ibu : Jangan lama-lama
Anak 2: Iya Bu, Pa berangkat dulu
Sepi lagi……
Suara telepon
Ayah : Bu, angkat teleponnya !
Ibu : Se.. toh iki durung mari….
Anak 1 keluar dari kamar langsung mengangkat telepon
Anak 1: Halo…… Iya saya sendiri …. Eh kamu Ren….. Ada Apa ?
Bisa…. Aku nggak kemana-mana koq…. Boleh ….kamu udah nyampe mana ?
Iya udah deket koq … masuk ke gang mawar tiga rumah dari situ sebelah kanan nomor enam ….. tanyain aja rumah Pak Jafar…………………
Ok aku tunggu… daah….!
Anak 1 langsung bergegas ke ruang tamu
Anak 1 : Bapak pindah dulu …. Temenku mau ke sini
Bapak : Lho piye kamu ini toh…..
Anak 1 : Cepetan dong Pak.. cepet… cepet
Bapak : Se.. toh, aduh ini anak masa bapaknya diusir, emangnya iki rumah siapa
Anak : Aduh si Bapak malah ngomel, ayo dong ntar keburu datang…
Sambil terus menarik narik tangan si Bapak
Rendi teman anak 1 tiba-tiba muncul di depan pintu yang terbuka
Rendi :Assalamualaikum… selamat malam Pa…
Ayah :Waalaikum salam… eh tamune wis teko
Anak 1: Kamu koq cepet, Ren?
Rendi : Iya.. dianter Adit pake motor, Adit nya langsung pulang…
Ayah : Masuk De, ngobrolnya di dalam
(sambil menggoda anaknya pelan : "nek bojone teko langsung sumringah suit suitttt..")
Anak 1 mencubit gemas ayahnya, ayahnya meringis dan segera membenahi sarungnya dan berlalu
Anak 1 : Sini di dalam Ren…
Keduanya langsung terlibat obrolan, anak 1 yang masih nampak polos sepertinya kurang memahami maksud Rendi yang menaruh hati padanya sehingga pembicaraan itu terdengar konyol. Dengan segala upaya Rendi terus menjelaskan. Rendi memindahkan posisi duduknya ke dekat Anak1 (yang masih belum paham) mengeluarkan setangkai mawar dan bermaksud menggenggam tangan anak1
Tapi si Ayah keburu lewat …..
Ayah : Bu, aku mau beli rokok dulu …..
Rendi dan Anak 1 kaget dan Rendi pun sedikit menjauh dan berusaha menyembunyikan bunga . Si Ayah terheran melihat keduanya
Rendi : Pa….. (sambil sedikit malu)
Anak 1 : Kemana Pak?
Ayah : Emmm mau beli kembang eh…. Rokok….
Ayah berlalu Rendi menarik nafas lega….
Ruang tengah jam 21.30
Sepi, sambil menimang-nimang jahitannya dan sesekali melihat ke arah jam dinding,
Ibu mulai merasakan kantuk. Ayah dan anak2 belum pulang. Masih terdengar suara obrolan anak 1 dan Rendi di ruang tamu……
Ruang makan 06.30
Ayah dan anak1 tampak kurang berselera makan, sesekali melamun. Sementara anak 2 dan 3 tampak bersemangat dan sesekali mencuri-curi lauk di piring kakaknya. Ibu masih beres beres di dapur, lalu keruang makan sambil membawa ceret tempat air minum
Ibu : Kalau orang lagi kasmaran, makan tidak enak tidurpun tak nyenyak. Yo wis kalau nggak mau makan ya nggak usah makan….
Ayah : Sopo sing kasmaran, salahe… aku pulang kamu udah tidur….Cuma cangkruk di warung Mang Mamat kok dibilang kasmaran … kasmaran karo sopo ? karo Mang Mamat …. Maen pedang…
Ibu : Sopo sing ngomong karo kowe. Aku ngomong karo anakmu, yang satu baru diapeli yang satunya nggak tau pulang jam berapa…..Bapaknya juga nggak karuan … mau kumat lagi…? Karo sing iku ….
Ayah : Ngomong itu jangan asal ngecap, aku itu tau maksud kamu. Kamu itu mau ngungkit ngungkit lagi khan ? jangan asal nuduh….Siap yang nuduh, kalo iya bilang aja………….Ibu :
Ayah : Maksud kamu, apa ??!!
(Ayah menggebrak meja dan pergi, anak 2 menggandeng adiknya dan pergi. Ibu mulai terisak, anak 1 menghampiri dan menghibur Ibunya. Lalu membimbingnya ke kamar.)
Di Kamar Ibu
Ibu :Wis to Nduk, ibu ndak apa-apa.. ayo berangkat sana… nanti kamu telat
Anak 1 : Maafin, Dewi ….Bu
Ibu :Kamu nggak salah, ibu kadang nggak ngerti. Apa mau bapakmu…..
Anak1:Sudahlah bu, mungkin bapak sedang banyak pikiran, jadi bapak cepat marah..
Ibu:Kamu nggak ngerti Nduk, sudahlah kamu berangkat sana….
Anak1 berpamitan pada ibunya.
Ibu masih terisak….
“Sampean sudah janji mau berubah, Mas……”
19.30 Ruang tengah…. Masih tanpa TV
Sepi, hanya si Ibu yang sedang mengajari anak3 matematika
Ayah, Anak1 dan anak 3 belum pulang juga dari sekolah…..
Sesekali Ibu melihat ke arah jam dinding dan menoleh ke meja TV yang kosong….
“Kemana mereka yaa… jam segini koq belum pulang”
Anak3 :Ibu bicara sama siapa ?
Ibu:Nggak, ayo terusin lagi belajarnya…. Kalo enam belas dibagi dua berapa ?
Anak3: Bapak, Mbak Dewi sama Mas Anto kemana sih Bu ? Koq dari pagi belum pulang ?
Ibu menarik nafas dalam-dalam
Ibu : Bapak masih sibuk di kantor, Mbak Dewi sama Mas Anto katanya mau belajar di rumah temannya….
Anak3:Koq nggak seperti biasanya ya Bu……
Terdengar pintu depan dibuka
Anak1 berlari dan masuk ke kamar sambil menangis
Ibu : Nduk ada apa….kenapa…
Setengah berlari, ibu menghampiri
Rendi : Malam Bu….
Ibu : Eh…kamu, kenapa Dewi ?
Rendi : Nggak apa-apa, cuma salah paham,
Saya pamit dulu Bu…..Assalamualaikum
Ibu : Waalaikum salam
(masuk kamar anak1)
Kenapa ? ……….. pulang malam-malam gini, datang datang langsung nangis… Ada apa?
Anak1 : Rendi, Bu…. Rendi udah nyakitin Dewi…
Ibu : Nyakitin gimana ? (sambil membelai rambutnya)
Anak1 : Semalam Rendi bilang kalau dia sayang sama Dewi dan mau jadi pacar Dewi, tadi tanpa bilang ke Ibu kami nonton dan jalan-jalan tapi di mal tadi ada seorang wanita melabrak Dewi, katanya aku udah merebut Rendi dari Dia……..
Dewi khan malu Bu……….
Dewi benci sama Rendi…. Dia udah berbohong sama Dewi…
Ibu hanya tersenyum sambil membelai rambut anaknya…
Ibu : Kamu anak baik, selama ini kamu selalu jadi contoh buat adik-adikmu
Selalu jadi juara kelas, rajin dan tidak pernah lupa Shalat
Hari ini Ibu tidak melihat kamu seperti itu
Kemana sifat dan semua kebaikan kamu yang selama ini ibu kenal ?
Anak1 : Maafkan Dewi Bu………..
Ibu : Pacaran itu bagus selama membawa perubahan positif, membuat kamu jadi lebih baik dari sebelumnya…………
Nah… lupakan itu semua.. sebentar lagi kamu ujian, banyak yang harus kamu siapkan untuk itu……..
Ibu sayang sama kamu………
Kamu harus selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik… ibu bangga sama kamu……….
Nah, sekarang kamu mandi dulu, shalat, makan lalu istirahat…. Lupakan kejadian tadi
Terdengar ketukan pintu
Ibu bergegas membuka pintu, ekspresi wajahnya berubah jadi tegang, seorang wanita berumur tigapuluhan mengucapkan salam dengan santun
Ibu : Dasar perempuan tidak tahu diri, Mau apa kamu ke sini?
Belum puas kamu ya? Mau menghancurkan keluargaku lagi?
Pergi kamu !
Tamu : Euh..Ibu jangan salah paham… saya cuma….
Ibu : Sudah pergi sana….Aku tidak mau melihatmu…..Pergiiiiii !
Anak3 berlari menghampiri ibu dan terjatuh… Ibu meraihnya, secara spontan Tamu menghampiri berusaha menolong anak 3 tapi kembali diusir Ibu, lebih keras malah dan tampaknya Ibu mulai kehilangan kesabaran dan meraih vas bunga diatas meja…..
Anak 1 datang masih mengenakan handuk dan kaos mencegah sesuatu yang gawat terjadi….
Anak 1 : Ibu…………
Ibu langsung tersadar terhadap apa yang akan dilakukannya dan menangis,
anak1 membimbingnya duduk dan mempersilahkan tamu untuk duduk
Ibu : Nduk, bawa adikmu ke dalam…. Obati lukanya
Tamu : Mbak mau percaya sama saya ? jangan salah paham, Mbak…..
………..sepi beberapa menit…………..
Tamu : Sejak peristiwa itu, saya tidak pernah bertemu lagi dengan Mas Jafar,
saya berusaha melupakan semuanya…..dan saya bisa….
Saya sudah memulai hidup baru ….. menjalaninya dengan lurus…..
Bahkan sebentar lagi saya akan menikah….
Percayalah pada saya, Mbak…..
…………..Tamu memeluk Ibu yang masih terisak, ibu diam saja….
Ibu : Lalu mau apa kamu kesini….
Tamu : Mbak tenang ya…. Sabar….
Tabah ….. semuanya sudah membaik….
Ibu : Apa maksud kamu…..
Tamu : Tadi sore, ketika saya sedang di perjalanan ke mal dengan calon suami saya..
Saya melihat ada kecelakaan , dua motor tabrakan di depan mobil yang kami naiki…..
Kami menolongnya, dan ternyata itu adalah Anto…..
Ibu : Apa…? Anto… ?
Dewiiii…….! Anto Wi….!
Tamu : Tenang… Bu, tenang, Anto sudah baikkan
Waktu itu saya panik, dan saya membawanya ke rumah sakit dan yang terlintas waktu itu saya harus menghubungi Mas Jafar, untunglah Mas Jafar masih ada di kantor dan menyusul ke rumah sakit….
Sekarang Anto sudah membaik……
Mas Jafar ada di sana menemani Anto…..
Beberapa kali Mas Jafar berusaha menghubungi ke sini tapi kayaknya teleponnya rusak…….
Ibu : Anto… saya mau ke sana….
Saya mau melihat Anto….
Tamu2 : Kita berangkat Sekarang, Rin……
Seorang pria gagah menghampiri mereka……..
Mereka segera berkemas, dan berangkat ke Rumah Sakit……..
Dua hari kemudian……..
Keluarga itu datang dari rumah sakit, Anto dengan susah payah berjalan dengan kruk-nya, Rini (Tamu) juga ada disana dengan calon suaminya…..
Anto : Wah Kejutan……. TV baru……..
Semuanya tertawa dan keceriaan terbagi diantara mereka…….
Hari itu juga jam 19.30
Setelah makan malam keluarga itu berkumpul di ruang tengah untuk menton TV bersama
Anto sudah mengambil tempat duluan duduk di kursi Bapak…… dan menguasai remote..
Memijit mijitnya tapi tidak juga menyala…….
Semuanya diliputi oleh kekhawatiran dengan omelan kecewa……
Anto : Yah … katanya TV baru…..Koq udah rusak lagi……
Anak 3 sibuk mengutak atik tamiya dan menjalankannya sementara yang lainnya masih kebingungan dengan TV yang tidak nyala nyala juga…..
Ayah : Tamiya-nya nyala lagi… siapa yang benerin….?
Anak3 : Aku sendiri….. cuma diganti batere-nya koq….
Anak 1 : Batere, dari mana baterenya
Anak 3 : Dari Remote……
Semuanya saling berpandangan, dan kemudian tertawa……..
Kebersamaan dan kebahagiaan keluarga itu kembali hadir di depan TV……..
Bersambung…..
Rabu, 19 November 2008
PERBEDAAN
Salah satu peristiwa bersejarah dalam hidup saya adalah ketika untuk pertama kalinya saya mempunyai hak pilih, waktu itu usia saya genap 18 tahun. Tentunya senang sekali dan bangga karena dari segi usia, kedewasaan saya diakui dan bertambahlah hak saya selaku warga Negara. Jika dulu hanya melihat riuhnya orang-orang mengkampanye-kan partainya kemudian berbondong-bondong menggunakan hak pilihnya untuk turut serta dalam pesta terbesar di Negara ini yaitu pesta demokrasi.
Waktu itu saya berkata, inilah saatnya untuk berperan dalam pesta ini karena saya akan ikut menentukan siapa yang layak mengatur dan memimpin Negara ini. Dan saya yakin akan peran saya untuk menentukan nasib Negara ini di kemudian hari.
Saatnya pun tiba, telah bulat hati ini untuk memilih salah satu partai. Pagi-pagi sekali sudah mandi dan berdandan. Keceriaan menaungi keluarga saya yang semuanya sudah akan bersiap untuk berangkat ke tempat pemilihan suara.
Setelah sarapan bersama, ayah saya membuka percakapan yang lain dari biasanya, raut mukanya serius. Semua anggota keluarga kami ikut menyimak. Ayah bercerita tentang kilas balik perjalanan hidupnya, tentang masa remaja, pekerjaan, pernikahan, punya anak, menyekolahkan anak dan menghidupinya hingga dewasa. Sebagai penutup, kami anak-anaknya diminta untuk mensyukuri, merenungi dan mengambil hikmah dari cerita itu.
Kemudian ayah mengajak saya berbicara empat mata,
“Nak, kamu sudah punya pilihan dalam Pemilu ini… ?”
“ Sudah Yah, mudah-mudahan pilihan saya benar”
“ Ayah hargai apapun pilihanmu dan ayah selalu berdoa untuk kebaikanmu, jika kamu sudah memahami cerita di meja makan tadi tentunya kamu paham akan maksud ayah. Ayah tidak ingin apa yang telah dirintis selama ini hancur dalam sekejap.Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi di kemudian hari, seperti apa Negara ini jika diatur oleh pemimpin baru yang belum pasti. Seperti apa kebijakannya, semuanya belum teruji. Ayah hanya ingin hidup kita dan hidup semua saudara kita tenang damai seperti yang sudah-sudah. Silahkan jika kamu sudah punya pilihan, tapi jika berbeda dengan pilihan ayah, apakah kamu tega mengorbankan semuanya yang telah kita rintis bersama ?”
Ayah memeluk dengan hangat dan curahan kasih sayang yang tidak terkira sebelum meninggalkan saya yang penuh kebimbangan. Betapa besar pengorbanannya, betapa besar kasih sayangnya. Sebesar itu pula kebimbangan yang saya rasakan. Saya tidak tega menghianati orang yang mengasihi saya. Pilihan saya jelas beda dengan pilihan ayah. Walaupun sebetulnya saya sangat menginginkan perubahan di negri ini. Kebimbangan membawa saya pada keragu-raguan akan pilihan yang sebelumnya telah mantap. Sayapun mengikuti pilihan Ayah…..Pesta demokrasi yang saya idamkan, hak pilih yang saya banggakan harus direlakan untuknya.
Tapi mungkin saya termasuk orang yang beruntung, saya merubah keputusan dengan cara seperti itu. Banyak saudara-saudara kita yang merubah keputusan dengan cara yang tidak manusiawi. Dipaksa, diintimidasi, dikucilkan bahkan dengan kekerasan. Atau bahkan dengan dijanjikan sesuatu, diberi sesuatu dan sebagainya.
Teman-teman saya menukar pilihannya hanya dengan sebungkus nasi, sebungkus rokok, sejumlah (kecil) uang atau angin harapan.
Banyak yang meratapi nasib dikucilkan, dipindahkan tempat kerjanya, atau diturunkan jabatannya.
Bukan saja karena perbedaan dalam pilihan tapi secara umum perbedaan itu memang lebih cenderung berdampak negatif. Orang lebih menghargai persamaan daripada perbedaan.
Jika kita bangga dengan keanekaragaman suku, adat, budaya dan sebagainya, kenapa harus ada primordialisme yang mengusung persamaan.
Dalam suatu forum diskusi, seringkali peserta yang mempunyai pendapat berbeda dianggap nyeleneh. Jika pendapatnya ditolak, ia merasa sebagai orang yang kalah. Banyak sekali cara untuk mengubur perbedaan, misalnya dengan pengambilan suara terbanyak untuk menghitung kesamaan. Yang dominan tentu saja menjadi pemenang, namun apakah yang berbeda itu adalah sesuatu yang salah ?
Keputusan yang diambil belum tentu menjadi yang terbaik diantara pilihan-pilihan yang lain. Belum tentu pilihan lain lebih jelek dibanding dengan yang terpilih. Semuanya bergantung kepada nurani.
Dalam menyikapi perbedaan seringkali emosi yang dikedepankan dan mengesampingkan akal serta pikiran. Dan kita akan berbangga jika pilihan kita yang menang bukan yang terbaik yang menang, karena kita tidak sempat berfikir, betulkah pilihan kita adalah pilihan terbaik ?
Waktu itu saya berkata, inilah saatnya untuk berperan dalam pesta ini karena saya akan ikut menentukan siapa yang layak mengatur dan memimpin Negara ini. Dan saya yakin akan peran saya untuk menentukan nasib Negara ini di kemudian hari.
Saatnya pun tiba, telah bulat hati ini untuk memilih salah satu partai. Pagi-pagi sekali sudah mandi dan berdandan. Keceriaan menaungi keluarga saya yang semuanya sudah akan bersiap untuk berangkat ke tempat pemilihan suara.
Setelah sarapan bersama, ayah saya membuka percakapan yang lain dari biasanya, raut mukanya serius. Semua anggota keluarga kami ikut menyimak. Ayah bercerita tentang kilas balik perjalanan hidupnya, tentang masa remaja, pekerjaan, pernikahan, punya anak, menyekolahkan anak dan menghidupinya hingga dewasa. Sebagai penutup, kami anak-anaknya diminta untuk mensyukuri, merenungi dan mengambil hikmah dari cerita itu.
Kemudian ayah mengajak saya berbicara empat mata,
“Nak, kamu sudah punya pilihan dalam Pemilu ini… ?”
“ Sudah Yah, mudah-mudahan pilihan saya benar”
“ Ayah hargai apapun pilihanmu dan ayah selalu berdoa untuk kebaikanmu, jika kamu sudah memahami cerita di meja makan tadi tentunya kamu paham akan maksud ayah. Ayah tidak ingin apa yang telah dirintis selama ini hancur dalam sekejap.Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi di kemudian hari, seperti apa Negara ini jika diatur oleh pemimpin baru yang belum pasti. Seperti apa kebijakannya, semuanya belum teruji. Ayah hanya ingin hidup kita dan hidup semua saudara kita tenang damai seperti yang sudah-sudah. Silahkan jika kamu sudah punya pilihan, tapi jika berbeda dengan pilihan ayah, apakah kamu tega mengorbankan semuanya yang telah kita rintis bersama ?”
Ayah memeluk dengan hangat dan curahan kasih sayang yang tidak terkira sebelum meninggalkan saya yang penuh kebimbangan. Betapa besar pengorbanannya, betapa besar kasih sayangnya. Sebesar itu pula kebimbangan yang saya rasakan. Saya tidak tega menghianati orang yang mengasihi saya. Pilihan saya jelas beda dengan pilihan ayah. Walaupun sebetulnya saya sangat menginginkan perubahan di negri ini. Kebimbangan membawa saya pada keragu-raguan akan pilihan yang sebelumnya telah mantap. Sayapun mengikuti pilihan Ayah…..Pesta demokrasi yang saya idamkan, hak pilih yang saya banggakan harus direlakan untuknya.
Tapi mungkin saya termasuk orang yang beruntung, saya merubah keputusan dengan cara seperti itu. Banyak saudara-saudara kita yang merubah keputusan dengan cara yang tidak manusiawi. Dipaksa, diintimidasi, dikucilkan bahkan dengan kekerasan. Atau bahkan dengan dijanjikan sesuatu, diberi sesuatu dan sebagainya.
Teman-teman saya menukar pilihannya hanya dengan sebungkus nasi, sebungkus rokok, sejumlah (kecil) uang atau angin harapan.
Banyak yang meratapi nasib dikucilkan, dipindahkan tempat kerjanya, atau diturunkan jabatannya.
Bukan saja karena perbedaan dalam pilihan tapi secara umum perbedaan itu memang lebih cenderung berdampak negatif. Orang lebih menghargai persamaan daripada perbedaan.
Jika kita bangga dengan keanekaragaman suku, adat, budaya dan sebagainya, kenapa harus ada primordialisme yang mengusung persamaan.
Dalam suatu forum diskusi, seringkali peserta yang mempunyai pendapat berbeda dianggap nyeleneh. Jika pendapatnya ditolak, ia merasa sebagai orang yang kalah. Banyak sekali cara untuk mengubur perbedaan, misalnya dengan pengambilan suara terbanyak untuk menghitung kesamaan. Yang dominan tentu saja menjadi pemenang, namun apakah yang berbeda itu adalah sesuatu yang salah ?
Keputusan yang diambil belum tentu menjadi yang terbaik diantara pilihan-pilihan yang lain. Belum tentu pilihan lain lebih jelek dibanding dengan yang terpilih. Semuanya bergantung kepada nurani.
Dalam menyikapi perbedaan seringkali emosi yang dikedepankan dan mengesampingkan akal serta pikiran. Dan kita akan berbangga jika pilihan kita yang menang bukan yang terbaik yang menang, karena kita tidak sempat berfikir, betulkah pilihan kita adalah pilihan terbaik ?
Senin, 17 November 2008
korupsi
Kenapa di negara kita korupsi sulit diberantas ?
Gimana mau diberantas, wong mendefinisikan korupsi saja sulit....
Pada akhirnya kita selalu dikaburkan dalam mengartikan korupsi (khusus di negara kita lho..) setiap pihak selalu mencari dan menyatakan pembenaran, kenapa...?
Saya pernah membaca suatu artikel yang memuat tentang hal-hal yang masuk dalam kategori korupsi, ternyata banyak dan parahnya lagi sebagian besar sudah membudaya dan dianggap sebagai sesuatu yang “wajar” maka tidak heran kalau dalam anggaran suatu proyek muncul pos Legal Aspect, entertainment dan sebagainya dan sebagainya dan seterusnya.... maksudnya apa ? ya mungkin... ini kemungkinan lho... untuk membuka jalan lahirnya korupsi... Kalo mark up anggaran, saya nggak berani komentar karena nantinya kalimat pembenarannya terlalu banyak........
Perlukah kita me-redefinisi arti dari korupsi ? maksudnya biar lebih pas digunakan di negara kita. Misalnya Nyolong duit aja, gitu..... (yang jelas keliatan...) yang lainnya yang nggak keliatan dibenarkan saja.....khan lebih enak... iya tho.....
Dari mana datangnya korupsi ? sejak kapan ? kapan berakhirnya.....?
Kata mertua saya, korupsi sudah aja sejak jaman kerajaan dulu... upeti-upeti banyak yang ditilep oleh pejabat-pejabat.... orang yang ngasih upeti besar pasti selamet dan punya kedudukan.....akhirnya kayak jual beli, ngasih upeti besar berarti kedudukannya akan tinggi atau tingkat keselamatannya terjamin tapi kalau kecil atau biasa-biasa aja ya.. asal bisa hidup aja. Dalam perkembangannya hingga sekarang makin canggih dan teknisnya semakin beragam mulai dari tingkat paling bawah hingga paling atas. Ini akan terus hidup dan menghidupi karena setiap level sama-sama punya hak untuk mengkorupsi....
Misalnya, Raja ngomong ke patih ingin makan 10 tusuk sate kambing, si patih pasti bilang ke bawahannya 15 tusuk (biar dia bisa kebagian makan 5 tusuk), bawahannya pasti minta 20 tusuk dengan maksud yang sama... terus begitu mungkin sampai si tukang sate membakar 100 tusuk....nggak bisa nawar atau membantah karena ini titah raja lho.... akhirnya nama raja yang dijual.
Atau bisa juga karena instruksi yang tidak jelas....
Misalnya, Raja minta bambu, Patihnya bingung segimana... akhirnya minta satu lenjer ke bawahannya... bingung juga takut kurang trus akhirnya dibawain se dapur (kurang lebih bisa sampe 100 lenjer) ke istana....eh pas dibawa ke istana, raja-nya juga yang kebingungan karena Sang Raja cuma perlu buat tusuk gigi.... dikemanain sisanya..... ya dimakan sama bawahannya daripada mubazir....
Tapi yang lebih parah (yang dialami bangsa ini tentunya....) korupsi itu sudah dilakukan secara kolektif, masal dan bukan lagi problem individu.... dengan kata lain bahwa melakukan korupsi sudah kaya prasmanan... bancakan...semua kebagian.... susah khan nyari pelakunya....?
Kalo sekelompok orang dalam satu ruangan ditanya... Ayo, siapa yang pernah melakukan korupsi ?... hasilnya ada dua kemungkinan, nggak ada yang mengacungkan tangan atau mengacungkan tangan semua.... trus yang mau ditangkep siapa ? trus yang mau nangkep siapa ?
Jujur saja.... Anda pernah korupsi apa nggak...? Biarpun jawab nggak, dalam hati Anda nggak yakin... iya khan....? tapi tenang aja... dalam segala hal kita pasti punya kalimat pembenaran.. (yang dibuat-buat tentu saja...)
Atau jangan-jangan Anda nggak tahu.....
Korupsi itu apa sih.......?
Sumedang, 23 Oktober 2007
22.58 WIB
Gimana mau diberantas, wong mendefinisikan korupsi saja sulit....
Pada akhirnya kita selalu dikaburkan dalam mengartikan korupsi (khusus di negara kita lho..) setiap pihak selalu mencari dan menyatakan pembenaran, kenapa...?
Saya pernah membaca suatu artikel yang memuat tentang hal-hal yang masuk dalam kategori korupsi, ternyata banyak dan parahnya lagi sebagian besar sudah membudaya dan dianggap sebagai sesuatu yang “wajar” maka tidak heran kalau dalam anggaran suatu proyek muncul pos Legal Aspect, entertainment dan sebagainya dan sebagainya dan seterusnya.... maksudnya apa ? ya mungkin... ini kemungkinan lho... untuk membuka jalan lahirnya korupsi... Kalo mark up anggaran, saya nggak berani komentar karena nantinya kalimat pembenarannya terlalu banyak........
Perlukah kita me-redefinisi arti dari korupsi ? maksudnya biar lebih pas digunakan di negara kita. Misalnya Nyolong duit aja, gitu..... (yang jelas keliatan...) yang lainnya yang nggak keliatan dibenarkan saja.....khan lebih enak... iya tho.....
Dari mana datangnya korupsi ? sejak kapan ? kapan berakhirnya.....?
Kata mertua saya, korupsi sudah aja sejak jaman kerajaan dulu... upeti-upeti banyak yang ditilep oleh pejabat-pejabat.... orang yang ngasih upeti besar pasti selamet dan punya kedudukan.....akhirnya kayak jual beli, ngasih upeti besar berarti kedudukannya akan tinggi atau tingkat keselamatannya terjamin tapi kalau kecil atau biasa-biasa aja ya.. asal bisa hidup aja. Dalam perkembangannya hingga sekarang makin canggih dan teknisnya semakin beragam mulai dari tingkat paling bawah hingga paling atas. Ini akan terus hidup dan menghidupi karena setiap level sama-sama punya hak untuk mengkorupsi....
Misalnya, Raja ngomong ke patih ingin makan 10 tusuk sate kambing, si patih pasti bilang ke bawahannya 15 tusuk (biar dia bisa kebagian makan 5 tusuk), bawahannya pasti minta 20 tusuk dengan maksud yang sama... terus begitu mungkin sampai si tukang sate membakar 100 tusuk....nggak bisa nawar atau membantah karena ini titah raja lho.... akhirnya nama raja yang dijual.
Atau bisa juga karena instruksi yang tidak jelas....
Misalnya, Raja minta bambu, Patihnya bingung segimana... akhirnya minta satu lenjer ke bawahannya... bingung juga takut kurang trus akhirnya dibawain se dapur (kurang lebih bisa sampe 100 lenjer) ke istana....eh pas dibawa ke istana, raja-nya juga yang kebingungan karena Sang Raja cuma perlu buat tusuk gigi.... dikemanain sisanya..... ya dimakan sama bawahannya daripada mubazir....
Tapi yang lebih parah (yang dialami bangsa ini tentunya....) korupsi itu sudah dilakukan secara kolektif, masal dan bukan lagi problem individu.... dengan kata lain bahwa melakukan korupsi sudah kaya prasmanan... bancakan...semua kebagian.... susah khan nyari pelakunya....?
Kalo sekelompok orang dalam satu ruangan ditanya... Ayo, siapa yang pernah melakukan korupsi ?... hasilnya ada dua kemungkinan, nggak ada yang mengacungkan tangan atau mengacungkan tangan semua.... trus yang mau ditangkep siapa ? trus yang mau nangkep siapa ?
Jujur saja.... Anda pernah korupsi apa nggak...? Biarpun jawab nggak, dalam hati Anda nggak yakin... iya khan....? tapi tenang aja... dalam segala hal kita pasti punya kalimat pembenaran.. (yang dibuat-buat tentu saja...)
Atau jangan-jangan Anda nggak tahu.....
Korupsi itu apa sih.......?
Sumedang, 23 Oktober 2007
22.58 WIB
Sabtu, 15 November 2008
mathsemantic
Seringkali angka memusingkan kita dan menghambat kita untuk memecahkan secara jernih, cobalah pecahkan permasalahan dibawah ini. Lumayan.. buat latihan..
1
Bayangkan jika Anda adalah seorang sopir angkot jurusan Sumedang-Cileunyi, berangkat dari Sumedang jam tujuh pagi membawa tiga orang penumpang, di Samoja naik dua orang penumpang dan turun satu orang. Dengan kecepatan enam puluh kilometer perjam melanjutkan perjalanan, tiba di Simpang naik tiga orang dan turun dua orang penumpang. Sesampainya di Pasar Tanjungsari naik lagi dua orang penumpang. Di sekitar gerbang Unpad, kecepatan kendaraan harus diturunkan karena macet dan banyak mahasiswa berdemonstrasi, sehingga rata-rata laju kendaraan menjadi sepuluh kilometer per jam. Dua orang penumpang yang kegerahan memutuskan turun di Jatinangor. Berapakah umur sopir Angkot tersebut ?
2
Jika Anda adalah seorang pengemudi truk. Di pagi hari, Anda harus mengisi truk dengan tiga kotak apel dan lima kotak jeruk. Di Siang hari, Anda juga harus memasukan enam kotak semangka dan lima kotak anggur. Siapakah nama pengemudi truk tersebut ?
3
Rentangkan kedua tangan Anda ke depan, usahakan telapak tangan menghadap ke depan sehingga membelakangi Anda. Perhatikan dan hitunglah dari kelingking tangan kiri hingga kelingking tangan kanan. Ada berapa ?
Jadi, ada berapa jari yang ada pada sepuluh tangan ?
4
Seorang polisi mengejar seorang penjahat dari lantai satu hingga lantai lima. Polisi itu tidak berhasil menangkap si penjahat dan harus berlari dari lantai lima ke lantai sepuluh. Berapa bidang tangga yang harus ditempuh ?
5
Lima ekor gagak sedang bertengger di atas sebuah pohon. Tiga diantaranya baru saja bersiap untuk terbang. Berapa ekor gagak yang tersisa di atas pohon ?
6
Berapa ekor binatang dari masing-masing spesies yang dibawa Nabi Musa ke dalam bahtera ?
7
Satu bidang landai di atas sebuah atap berukuran enam puluh derajat dan bidang lainnya tiga puluh derajat. Seekor ayam meletakkan sebutir telurnya di atas atap itu. Ke arah manakah tekur itu akan jatuh ?
8
Seekor bekicot merayap di sekeliling sebuah stadion. Ketika ia merayap searah jarum jam, ia melingkari stadion dalam jangka waktu satu jam setengah. Ketika ia merayap melawan arah jarum jam, ia menyelesaikan putarannya dalam sembilan puluh menit. Mengapa ?
9
Ini adalah pertanyaan masalah hukum. Sebuah pesawat terbang dari Dallas ke Meksiko jatuh di perbatasan. Dimanakah mereka akan menguburkan yang berhasil selamat ?
1
Bayangkan jika Anda adalah seorang sopir angkot jurusan Sumedang-Cileunyi, berangkat dari Sumedang jam tujuh pagi membawa tiga orang penumpang, di Samoja naik dua orang penumpang dan turun satu orang. Dengan kecepatan enam puluh kilometer perjam melanjutkan perjalanan, tiba di Simpang naik tiga orang dan turun dua orang penumpang. Sesampainya di Pasar Tanjungsari naik lagi dua orang penumpang. Di sekitar gerbang Unpad, kecepatan kendaraan harus diturunkan karena macet dan banyak mahasiswa berdemonstrasi, sehingga rata-rata laju kendaraan menjadi sepuluh kilometer per jam. Dua orang penumpang yang kegerahan memutuskan turun di Jatinangor. Berapakah umur sopir Angkot tersebut ?
2
Jika Anda adalah seorang pengemudi truk. Di pagi hari, Anda harus mengisi truk dengan tiga kotak apel dan lima kotak jeruk. Di Siang hari, Anda juga harus memasukan enam kotak semangka dan lima kotak anggur. Siapakah nama pengemudi truk tersebut ?
3
Rentangkan kedua tangan Anda ke depan, usahakan telapak tangan menghadap ke depan sehingga membelakangi Anda. Perhatikan dan hitunglah dari kelingking tangan kiri hingga kelingking tangan kanan. Ada berapa ?
Jadi, ada berapa jari yang ada pada sepuluh tangan ?
4
Seorang polisi mengejar seorang penjahat dari lantai satu hingga lantai lima. Polisi itu tidak berhasil menangkap si penjahat dan harus berlari dari lantai lima ke lantai sepuluh. Berapa bidang tangga yang harus ditempuh ?
5
Lima ekor gagak sedang bertengger di atas sebuah pohon. Tiga diantaranya baru saja bersiap untuk terbang. Berapa ekor gagak yang tersisa di atas pohon ?
6
Berapa ekor binatang dari masing-masing spesies yang dibawa Nabi Musa ke dalam bahtera ?
7
Satu bidang landai di atas sebuah atap berukuran enam puluh derajat dan bidang lainnya tiga puluh derajat. Seekor ayam meletakkan sebutir telurnya di atas atap itu. Ke arah manakah tekur itu akan jatuh ?
8
Seekor bekicot merayap di sekeliling sebuah stadion. Ketika ia merayap searah jarum jam, ia melingkari stadion dalam jangka waktu satu jam setengah. Ketika ia merayap melawan arah jarum jam, ia menyelesaikan putarannya dalam sembilan puluh menit. Mengapa ?
9
Ini adalah pertanyaan masalah hukum. Sebuah pesawat terbang dari Dallas ke Meksiko jatuh di perbatasan. Dimanakah mereka akan menguburkan yang berhasil selamat ?
benarkah ?? betulkah ???
Antara Benar dan Betul, dua kata dasar yang sama artinya. Mari kita tambahkan ke-an, maka jadi Kebenaran dan Kebetulan. Apakah artinya masih sama…..?
Secara awam, yang pertama mempertegas kata dasarnya. Tapi yang kedua mengacu pada sesuatu hal yang bersifat tidak disengaja. Coba saja kita bandingkan dalam kalimat berikut ini :
Suatu saat kebenaran akan terungkap
Apa jadinya jika kalimat tersebut menjadi
Suatu saat kebetulan akan terungkap
Formula itu ditemukan secara kebetulan
Rasanya kurang tepat apabila kalimatnya menjadi
Formula itu ditemukan secara kebenaran
Bagaimana lagi jika ke dua kata tersebut kita tambahkan lagi pe-an, maka menjadi kata Pembenaran dan Pembetulan. Menurut saya artinya jadi lebih beda lagi.
Pembetulan maksudnya kira-kira adalah perbaikan, memperbaiki sesuatu yang salah menjadi benar dalam arti yang sebenarnya, tapi kalau pembenaran ?... sepertinya lebih diartikan sebagai membenarkan sesuatu yang salah atau membuat suatu alasan supaya yang salah terlihat benar. Pendapat saya seperti itu, mungkin Anda punya pendapat lain ?
Saya memang bukan ahli bahasa tapi setidaknya kondisi yang saya amati di negri ini, menunjukan gejala bahwa kita lebih cenderung mencari Pembenaran daripada Pembetulan. Kenapa ? karena trend politik kita memang lebih cenderung ke arah sana.
Orang-orang yang cenderung melakukan pembenaran atas sesuatu yang dikerjakannya sebetulnya mengkhianati dirinya sendiri. Misalnya seseorang membuang sampah sembarangan dengan alasan tidak ada tempat sampah. Ini jelas perbuatan yang salah, dalam hatinya orang tersebut mengakui bahwa itu adalah perbuatan salah. Tapi dalam keadaan terdesak dia bisa melakukan pembenaran atau membenarkan sesuatu yang salah. Pembenarannya adalah dia membuang sampah sembarangan karena tidak ada tempat sampah. Hal ini terus diyakinkan dalam hatinya sampai akhirnya dia berhasil membunuh rasa bersalahnya, artinya dia merasa benar dengan perbuatannya. Lalu di lemparkan kemana kesalahannya ? Nah ini dia.... karena merasa benar, maka kesalahannya dilempar ke pemerintah atau ke siapa saja yang tidak menempatkan tempat sampah di daerah itu.
Repot khan....? ini baru masalah kecil, gimana kalau masalah yang lebih besar.
Tapi ada lagi yang melakukan pembenaran secara terencana. Seseorang melakukan kebaikan-kebaikan kecil untuk dijadikan tameng kejahatan-kejahatan yang lebih besar. Misalnya seorang pejabat yang korup memberi bantuan kepada orang-orang atau lembaga-lembaga yang menurutnya membutuhkan. Bantuannya jelas akan jauh lebih kecil daripada uang yang dikorupsinya, tapi dia bisa membuat pembenaran bahwa uang tersebut disalurkan melalui kegiatan yang bersifat bantuan. Publik (yang menerima bantuan) pun akan mati-matian membelanya walaupun mereka tidak akan pernah tahu betapa jauhnya perbedaan antara sumbangan yang diterima dengan uang yang dikorupsinya.
Pembenaran memang lebih berkonotasi negatif karena prakteknya memang kejam. Pelakunya memang berhasil mengalahkan nuraninya, unsur nafsu lebih dominan. Sebetulnya pelaku sadar dan sangat menikmati kesalahannya tapi ketika di vonis salah dia tidak akan menerima karena memiliki pembenaran.
Teman saya yang sudah beristri, berselingkuh dengan wanita lain. Ini jelas salah, tapi dia mempunyai pembenaran bahwa dia berselingkuh karena istrinya tidak bisa memuaskan dia. Teman saya merasa benar, kesalahannya dilemparkan kepada istrinya yang tidak bisa memuaskan dia.
Maka, pembenaran bisa terjadi dari perbuatan yang disengaja atau yang tidak disengaja, bisa bermula dari keterdesakan atau tidak. Tapi intinya sama yaitu bagaimana kita merubah opini publik dari yang salah menjadi terlihat benar.
Kenapa ?
Secara awam, yang pertama mempertegas kata dasarnya. Tapi yang kedua mengacu pada sesuatu hal yang bersifat tidak disengaja. Coba saja kita bandingkan dalam kalimat berikut ini :
Suatu saat kebenaran akan terungkap
Apa jadinya jika kalimat tersebut menjadi
Suatu saat kebetulan akan terungkap
Formula itu ditemukan secara kebetulan
Rasanya kurang tepat apabila kalimatnya menjadi
Formula itu ditemukan secara kebenaran
Bagaimana lagi jika ke dua kata tersebut kita tambahkan lagi pe-an, maka menjadi kata Pembenaran dan Pembetulan. Menurut saya artinya jadi lebih beda lagi.
Pembetulan maksudnya kira-kira adalah perbaikan, memperbaiki sesuatu yang salah menjadi benar dalam arti yang sebenarnya, tapi kalau pembenaran ?... sepertinya lebih diartikan sebagai membenarkan sesuatu yang salah atau membuat suatu alasan supaya yang salah terlihat benar. Pendapat saya seperti itu, mungkin Anda punya pendapat lain ?
Saya memang bukan ahli bahasa tapi setidaknya kondisi yang saya amati di negri ini, menunjukan gejala bahwa kita lebih cenderung mencari Pembenaran daripada Pembetulan. Kenapa ? karena trend politik kita memang lebih cenderung ke arah sana.
Orang-orang yang cenderung melakukan pembenaran atas sesuatu yang dikerjakannya sebetulnya mengkhianati dirinya sendiri. Misalnya seseorang membuang sampah sembarangan dengan alasan tidak ada tempat sampah. Ini jelas perbuatan yang salah, dalam hatinya orang tersebut mengakui bahwa itu adalah perbuatan salah. Tapi dalam keadaan terdesak dia bisa melakukan pembenaran atau membenarkan sesuatu yang salah. Pembenarannya adalah dia membuang sampah sembarangan karena tidak ada tempat sampah. Hal ini terus diyakinkan dalam hatinya sampai akhirnya dia berhasil membunuh rasa bersalahnya, artinya dia merasa benar dengan perbuatannya. Lalu di lemparkan kemana kesalahannya ? Nah ini dia.... karena merasa benar, maka kesalahannya dilempar ke pemerintah atau ke siapa saja yang tidak menempatkan tempat sampah di daerah itu.
Repot khan....? ini baru masalah kecil, gimana kalau masalah yang lebih besar.
Tapi ada lagi yang melakukan pembenaran secara terencana. Seseorang melakukan kebaikan-kebaikan kecil untuk dijadikan tameng kejahatan-kejahatan yang lebih besar. Misalnya seorang pejabat yang korup memberi bantuan kepada orang-orang atau lembaga-lembaga yang menurutnya membutuhkan. Bantuannya jelas akan jauh lebih kecil daripada uang yang dikorupsinya, tapi dia bisa membuat pembenaran bahwa uang tersebut disalurkan melalui kegiatan yang bersifat bantuan. Publik (yang menerima bantuan) pun akan mati-matian membelanya walaupun mereka tidak akan pernah tahu betapa jauhnya perbedaan antara sumbangan yang diterima dengan uang yang dikorupsinya.
Pembenaran memang lebih berkonotasi negatif karena prakteknya memang kejam. Pelakunya memang berhasil mengalahkan nuraninya, unsur nafsu lebih dominan. Sebetulnya pelaku sadar dan sangat menikmati kesalahannya tapi ketika di vonis salah dia tidak akan menerima karena memiliki pembenaran.
Teman saya yang sudah beristri, berselingkuh dengan wanita lain. Ini jelas salah, tapi dia mempunyai pembenaran bahwa dia berselingkuh karena istrinya tidak bisa memuaskan dia. Teman saya merasa benar, kesalahannya dilemparkan kepada istrinya yang tidak bisa memuaskan dia.
Maka, pembenaran bisa terjadi dari perbuatan yang disengaja atau yang tidak disengaja, bisa bermula dari keterdesakan atau tidak. Tapi intinya sama yaitu bagaimana kita merubah opini publik dari yang salah menjadi terlihat benar.
Kenapa ?
Langganan:
Postingan (Atom)